Jumat, 22 Juni 2012

Menjadikan Al Qur’an Sebagai Sumber Peradaban


November lalu (29/11/2011) seusai Subuh, tim redaksi Buletin Pesantren Hidayatullah berkesempatan silaturahmi dengan salah satu dosen teladan STIE Hidayatullah, yaitu Prof. Suryanto. Ayah dari tiga anak ini menceritakan kesyukurannya yang mendalam bisa berkontribusi dalam proses pendidikan dan kaderisasi da’i di Hidayatullah. 

Berikut hasil wawancara kami dengan pria yang mendedikasikan hidupnya pada pengembangan da’i nusantara ini.

Bagaimana awalnya anda mengenal Hidayatullah ?
Awal saya mengenal Hidayatullah, bermula dari pertemanan saya dengan Dr. Abdul Mannan. Beliau merupakan teman akrab saya ketika kami dulu sama-sama belajar di kampus Borobudur.
Kami dulu sering berdiskusi dan bertukat pikiran mengenai hal-hal actual pada saat itu. Hingga pada akhirnya, beliau mengenalkan keberadaan Ormas Hidayatullah secara detail akan visi, misi dan tujuan Ormas Hidayatullah. 

Dari situlah saya mulai tertarik akan keberadaan ormas tersebut. Dan, pada akhirnya saya menawarkan diri untuk dapat berperan aktif di lembaga tersebut. Ternyata beliau menyambut hangat tawaran saya.
Akhirnya saya terlibat di salah satu lembaga pendidikannya, yakni pada Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Hidayatullah, pada saat itu. Dan sekarang sudah mengalami peralihan nama menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Hidayatullah Depok. 

Atas kehendak Allah SWT, hingga saat ini saya masih konsisten terhadap ormas Hidayatullah dalam mentransfer ilmu yang saya dapat kepada calon kader sarjana da’i muda Hidayatullah.

Apa yang membuat profesor tetarik mengajar mahasiswa di STIE Hidayatullah?
“Hidup bukan hanya di dunia saja, akan ada kehidupan setelahnya”. Dari renungan tersebut, saya merasa akan sangat merugi dan sia-sia, jika saya tidak berbuat untuk kehidupan yang akan datang. Kehidupan yang akan menjadi bukti akan aktifitas yang telah kita lakukan di dunia. 

Kita semua yang hidup di dunia ini akan dipanggil menghadapnya, mempertanggung jawabkan segala aktifitas yang telah kita lakukan di dunia. Hanya amal ibadalah yang akan menemani kita menghadapnya.
Setelah saya memahami akan tujuan Hidayatullah, saya merasa cocok dan tertarik untuk mengajar mahasiswanya. Ini semua saya dedikasikan untuk bekal di akhirat kelak. Sebagai lahan ibadah saya dalam mengisi aktifitas kehidupan yang hanya sesaat ini. 

Pernah suatu saat saya merasakan kondisi badan yang tidak sehat, dengan kondisi badan yang seperti itu, amatlah susah bagi saya untuk berangkat menuju ke kampus untuk bertatap muka dengan mahasiswa..
Karena STIE sudah saya anggap sebagai bagian dari hidup saya, sayang rasanya bila saya tidak bisa bertatap muka dengan mahasiswa di sana. Akhirnya, saya meminta bantuan istri untuk mengantarkan ke kampus STIE. Dengan penuh semangat, istri berkenan mengantarkan saya. Allah SWT, selalu memudahkan setiap niatan baik kita.

Calon sarjana da’i Hidayatullah ini merupakan putra-putra pilihan dari daerah masing-masing, dengan berbagai kultur yang berbeda pula. Apa yang prof rasakan ketika membimbing mereka belajar ?
Banyak sekali yang saya rasakan ketika saya mengajar calon mahasiswa da’i Hidayatullah. Benar, mereka dari berbagai daerah dengan kultur yang berbeda. Ini merupakan salah satu yang membuat saya tertarik berbagi ilmu dengan mereka. 

Saya akan sangat senang jika dikemudian hari ilmu yang saya sampaikan berguna di masyarakat. Dan hasil dari itu semua, Allah SWT selalu memberi kemudahan kepada saya dalam melaksanakan setiap aktifitas yang akan dilakukan. 

Kemudahan-kemudahan selalu menghampiri saya. Ini semua merupakan timbal balik yang diberikan Allah SWT. Dan dapat mensyukuri setiap apa yang diberikan-Nya merupakan anugerah bagi saya.

Konsistensi untuk berjuang itu sebuah harga yang mahal. Motivasi apa yang membuat anda konsisten memberi pengajaran pengetahuan kepada calon sarjana da’i muda ?  

Mencerdaskan da’i. Mereka adalah harapan ummat, keberadaan mereka selalu dinanti oleh puluhan juta warga Indonesia. Menanti akan adanya pemimpin yang memiliki jiwa revolusioner dalam mewujudkan kemaslahatan. Terjaganya akidah, tatanan masyarakat yang kondusif, pemulihan stabilitas ekonomi, dan dapat memberikan solusi lainnya dalam berbagai aspek kehidupan. 

Mereka adalah calon sarjana da’i yang harus mendapatkan bekal ilmu yang cukup. Sehingga masyarakat nyaman dengan keberadaan mereka kelak di tempat tugas masing-masing. Banyak di tanah air kita, lulusan sarjana yang kurang terakomodir. Setelah selesai kuliah, tidak sedikit dari mereka tidak tahu akan melakukan apa. Berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun hanya berada didalam rumah, tanpa menghasilkan karya nyata.

Seperti apa, harapan kedepan yang sangat profesor inginkan ?
Keberadaan ormas Islam yang dapat menentramkan dan memberi kemaslahatan bagi semua ummat manusia. Dan saya berharap, akan dapat diwujudkan oleh Ormas Hidayatullah, melalui sarjana da’i mudanya.
Apalagi sekarang, Ormas Hidayatullah sudah tersebar di seluruh nusantara, semoga hal tersebut dapat terrealisasi dengan baik. Dan mendapat dukungan dari semua lapisan masyarakat, pemerintah dan ormas-ormas Islam lainnya. 

Melalui lembaga dakwah ini, kita semua berharap akan terwujudnya tatanan kehidupan yang sesuai dengan apa yang telah di contohkan Rasulullah. Yakni penerapan nilai-nilai keislaman dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat.
Tentunya dalam mendidik mahasiswa ada hal-hal yang kurang berkenan. Apa suka duka professor dalam mendidik mahasiswa STIE?
Jujur, selama ini saya belum merasakan ada duka atau stigma negatif yang saya rasakan. Saya merasa nyaman setiap kali saya melangkahkan kaki di kampus yang memberi ketentraman ini. Setiap saya ada jadwal mengajar, saya selalu merasa ada sesuatu yang berbeda. Semangat mengawali setiap aktifitas dan berjalan dengan biak. Semua ini berkat do’a-do’a dari mahasiswa.

Pernah ketika beliau mengalami fluktuasi iman, ada hasrat untuk meninggalkan tanggung jawabnya sebagai dosen di STIE, akan tetapi ketika beliau beberapa hari menyengajakan diri tidak menghadiri pertemuan dengan mahasiswa, beliau mendapat teguran dari Allah SWT, mobil yang beliau kendarai menabrak dan mengalami cidera yang serius. Dari kejadian tersebut, beliau memuhasabah diri, bahwa apa yang telah dialami merupakan teguran langsung dari Allah SWT, karena melalaikan tugasnya sebagai khalifah. 

Profesor yang mengampu mata kuliah Ekonomi Mikro dan Makro ini selalu hadir pukul 06:00 pagi. Profesor yang telah sepuluh tahun berkontribusi di Hidayatullah ini bercita-cita bisa menyelenggarakan pendidikan Program Pascasarjana di kampus tersebut.

Cita-cita mulia ini akan implementasikan dalam waktu dekat ini dengan segera mengundang seluruh sarjana da’i muda yang sebelumnya telah melaksanakan tugas dakwah di daerah. Semoga niat besar Prof. Suryanto itu dikabulkan oleh Allah SWT, amin, ***Heru Susanto

0 komentar:

Posting Komentar

Baca Juga!!!